Aku merenung, baru dua hari aku di
tempat ini, belum lama jika hitungan waktu bumi. Hanya saja aku berada di luar
dimensi bumi sekarang. Satu hari di tempat ini rasanya seperti seratus tahun di
bumi. Orang-orang yang ada disini pun tidak ada yang tua, bahkan tidak terlihat
seorang bayi kecil berada disini. Semua terlihat seperti berumur remaja. Semua
lelaki terlihat tampan begitu juga perempuan yang ada sangat cantik.
Baru dua hari aku tinggal di dimensi
ini. Rasa bosan sudah melanda. Mengapa? Karena tidak ada masalah, semua berjalan
sangat damai. Apapun yang ingin dilakukan dapat terlaksana dengan mudah. Bahkan
aku bisa terbang disini. Semua karena kemampuan manusia yang berada di sini
sudah melebihi kemampuan manusia yang ada di bumi. Mungkin terbersit pertanyaan
kenapa aku bisa ada di tempat ini. Baik, aku akan bercerita tentang kehidupanku
satu tahun waktu bumi sebelum aku berada di tempat membosankan ini.
Aku Uka Apais, saat itu aku berusia
23 tahun. Aku hidup di tahun dimana ada isu akan terjadinya kiamat. Bel jam di kamarku sudah berbunyi, bertepatan
dengan matahari yang sudah berada tepat di atas kepala setiap orang yang
berjalan. Tetap saja masih sangat terlalu pagi bagiku untuk membuka mata.
Maklum aku biasa tidur kalau masjid dekat rumahku sudah menganjurkan setiap
orang untuk beribadah daripada tidur. Bagi aku, tidur merupakan sesuatu yang
lebih penting daripada menjalankan ritual yang aku sendiri tidak tahu gunanya
untuk apa.
Saat terbangun aku langsung mengambil
sebatang rokok dan menyalakan televisi yang ada di kamarku. Saat itu aku
melihat acara gosip yang menanyakan pendapat para artis-artis yang sok agamis.
Pendapat artis tentang ramalan akan terjadinya kiamat di tahun ini. Sontak,
saat itu juga aku berteriak “orang tolol …..!!!!” bagiku orang-orang yang
berbicara tentang hal yang belum terjadi itu bodoh. aku pun kesal dan langsung
mematikan TV “acara tv sekarang pembodohan semua”.
Batang rokok yang aku hisap hampir
habis. Aku pergi ke kamar mandi dan langsung bersiap untuk berangkat kuliah.
Dengan pakaian tebal aku berangkat ke kampus. Pada saat itu, aku sedang sakit
sehingga aku memakai jaket yang cukup tebal. Sebenarnya aku bingun apa tujuan
kuliah, namun aku tetap berangkat dan menjalani rutinitasku. Aku menganggap
rutinitas kuliah adalah hiburan dunia maya yang aku jalani hanya untuk
menghibur diriku. Sampai di kampus aku bertemu teman-temanku yang memiliki
pemikiran hampir sama gilanya denganku. Hanya mereka yang membuat aku tetap
rela bertahan di kampus. Masuk ke kelas, aku harus bersandiwara menjadi orang
yang normal demi beradaptasi dengan teman-teman yang ada di kelas. Orang normal
bagiku adalah orang-orang yang patuh pada peraturan yang mengekang ide-ide
membangun. Orang normal adalah orang yang menjalani ritual rutin tanpa tahu
untuk apa dia menjalankan ritual itu. Orang normal adalah orang yang bangun
pagi, kena macet, kerja menurut pada perintah bos, pulang lalu tidur. aku
berpikir kalau itu adalah cara untuk menjadi orang normal, maka aku memilih
untuk menjadi orang yang tidak normal.
“sekarang kita UTS yah” kata dosen.
Saat aku bersandar di tembok,
datanglah Arisalah dengan Nawdir. “Ukaaaaaa, udah kelar lo UTSnya?” Nawdir
menyapaku. Aku menjawab “sudah”. Arisalah memandangku sambil memegang
sulingnya. Dia bertanya tentang kesehatanku.
“uka. Lo lagi sakit yah?” tanya
Arisalah.
“sedikit ga enak badan.” Jawabku.
Setelah beberapa perbincangan dan
diskusi, aku pergi ke kantin untuk makan. Di sana aku bertemu dengan seseorang
yang pernah cukup dekat dengan kehidupanku. Dia melihat kondisiku yang sedang
sakit. Dia menganjurkan agar aku pergi ke dokter untuk memeriksa kondisi
tubuhku. Kami berbincang cukup singkat, karena setelah makananku habis, aku
menyalakan rokok. Dia terlihat marah karena aku merokok saat kondisi tubuhku
tidak sehat. Dia pun pergi dari hadapanku tanpa pamit. Aku hanya senyum, karena
memang aku tidak perduli dengan siapapun bahkan dengan diriku sendiri.
Sepulang dari kampus, aku
menyempatkan mampir ke klinik dekat rumah untuk memeriksa kondisi tubuhku. Saat
pemeriksaan berlangsung dokter menyarankan kepadaku untuk segera berhenti
merokok. Dokter itu tahu bahwa seperempat paru-paru yang aku miliki memang
sudah tidak berfungsi atau mati. Dokter mengatakan kenapa aku masih hidup saat
ini, itu karena daya tahan tubuhku yang sangat kuat dan aku sering berolahraga.
Hanya itu yang membuatku masih dapat bertahan.
Sepulang dari klinik aku pergi ke
apotek untuk menebus obat dari dokter. Aku merogoh saku celana dan mengambil
sebatang rokok lagi untuk ku hisap. Aku tudak perduli dengan apa yang dikatakan
dokter itu pada ku. Menurutku bukan dokter itu yang menentukan umurku, bahkan
Tuhan pun tidak dapat mengambil nyawaku.
Hanya diriku sendiri yang dapat menentukan kapan aku akan mati. Lagipula akupun
sudah mulai bosan hidup di dunia ini. Jadi kapanpun aku mati, aku sudah siap.
Meski aku jarang beribadah atau bisa dibilang aku orang dengan banyak dosa. Aku
berpikir seperti itu sambil menghisap rokok yang ku pegang.
Saat sampai di pintu masuk dunia
baru, aku disuruh memilih tubuh manusia segar yang akan aku pakai selama aku
berada di dimensi ini. Aku masuk ke tubuh baru itu. Aku merasa ada yang aneh, tubuh
ini sangat kuat. Kemampuanku untuk berpikir juga sangat cepat dan tepat.
Ternyata tubuhku yang baru ini adalah tubuh yang dapat memaksimalkan kemampuan
otak manusia. Aku dapat melakukan semua hal yang aku mau.
Hari pertama aku di sini, aku terbang
mengelilingi tempat baru ini. Ternyata tempat ini memiliki karakter yang sama
dengan bumi. Ternyata ini juga merupakan planet yang ada bersampingan dengan
dimensi bumi. Hanya saja planet ini memiliki besar beribu kali lipat dengan
besar bumi. Setelah aku mengelilingi planet baru ini. Aku mencoba kemampuan
otakku yang lain. Aku memikirkan sebuah benda yang pernah ku lihat di bumi,
yaitu mobil. Hanya dengan memikirkan dan menggabungkannya dengan apapun yang
ada di sekitar, ternyata berhasil membuat mobil itu terbentuk dan menjadi
nyata.
Aku sadar bahawa kekuatan ini memang
benar-benar ada dan aku miliki. Aku seperti tuhan yang dapat membuat atau
menciptakan apapun yang aku mau. Mungkin ini yang dibilang banyak orang di bumi
sebagai surga. Karena kita akan dapatkan apa saja yang kita inginkan di surga.
Lalu aku berpikir kembali. Kalau disini adalah surga, maka seharusnya ada
neraka. Setelah aku berkeliling dan keluar dari planet baruku ini. Aku tidak
menemukan tanda-tanda adanya neraka. Akupun bertanya kepada orang yang sudah
lama berada disini. Benar saja, tidak ada neraka dimanapun itu dan di dimensi
apapun. Mungkin saja pernyataan orang itu benar. Karena jika dilihat saat aku
masih hidup di bumi. Aku jarang sekali beribadah. Bahkan aku cenderung banyak
melakukan dosa. Harusnya aku masuk neraka jika memang neraka itu ada.
Setelah semua kemampuan yang aku
miliki sudah aku coba. Aku keluar dari planet itu dan membuat planetku sendiri.
Hanya butuh waktu beberapa jam untuk membuat planet baru yang indah dan mirip
bumi. Aku bersantai dan melamun didalamnya. Aku mulai merasa bosan dengan
kehidupanku sekarang. Ini adalah hari kedua aku tinggal di dimensi baru ku ini.
Tidak ada kekacauan, keributan, masalah dan apapun itu. Aku teringat kebiasaan
aku berdiskusi dan berdebat di tembok kampus tentang masalah-masalah yang ada
dan mendapatkan jalan keluar dari masalah itu. Aku dan teman-teman tembok ku
juga gemar membuat cerpen.
Akhirnya aku memutuskan membuat
cerpen untung mengobati rasa rindu ku ini. cerita ini yang sedang aku tulis
sekarang. Setelah sampai pada akhir-akhir cerita yang aku tulis ini. Mulai
terpikir olehku, dengan kemampuan aku yang sekarang, aku bisa melakukan apapun
yang aku mau. Kenapa aku tidak kembali ke dimensi lama ku dan kembali ke tembok
kampus dimana terakhir kali aku terbaring disana. Aku akan melakukan perjalanan
menembus ruang dan waktu, jadi aku bisa kembali. Maka akupun mencobanya.
Aku mulai berpikir keras untuk
melakukan perjalanan ruang dan waktuku itu. Aku merasa kesakitan karena aku
melakukan perjalanan dengan kecepatan berjuta-juta kali melebihi kecepatan
cahaya hingga tubuhku lebur hingga tidak berbentuk. Tiba-tiba semua gelap, lalu
aku mendengar suara teman-temanku memanggil. Uka bangun, Uka jangan mati, Uka,
Uka, Uka. Itu yang aku dengar. Aku sadar bahwa aku telah berhasil melakukan
penembusan ruang dan waktu. Aku membuka mata lalu melihat wajah sedih
teman-teman tembokku. Aku melihat wajah sedih Maren, Arisalah, Nawdir, Askar,
mamah Inos, Kuple, Paruh, Hallursan. Aku tersenyum dan berkata “aku kembali
kawan”.
Aku kembali dari dimensi yang disebut
orang mungkin adalah surga. Tenyata aku juga kembali dengan membawa kekuatan
yang aku dapat dari sana. Aku merahasiakan kekuatanku dari yang lain. Aku juga
tidak akan pernah memakai kekuatan itu, karena hidup yang mudah dan hidup tanpa
masalah itu hidup yang sangat membosankan. Jika hidup di surga adalah hidup
yang berjalan tanpa adanya masalah sedikitpun maka aku Uka Apais lebih memilih
untuk tinggal dan hidup di bumi selamanya.
Dirham Damara