Rumahku
tidak luas, namun masih terdapat kolam ikan dan tempat duduk di perkarangan
belakang. Tempat itu menjadi favoritku untuk sekedar menghabiskan beberapa
batang rokok dan segelas kopi hitam sambil pikiranku berterbangan kemana-mana.
Malam ini pun aku sedang mencoba menikmatinya kembali.
“Malam
yang indah.” Kalimat itu keluar begitu saja setelah meminum kopi. Pergi ke
warung kopi tempat kumpul bersama
teman-temanku sepertinya akan lebih indah.
“
Mau kemana Pri?” Tanya ibuku penasaran karena melihat aku yang tengah
mengeluarkan motor.
“
Supri mau nongkrong ma di warkop.”
“Jangan
malem-malem ya pulangnya, besok kamu kuliah kan.” Aku mengangguk saja untuk
menenangkan mama, padahal aku tahu bahwa aku pasti pulang tengah malam kalau
sudah kumpul. Malam ini pasti asyik.
Jarak
antara rumah dengan warkop berkisar sepuluh menit, bisa untuk menghabiskan satu
batang rokok kira-kira. Ternyata teman-temanku sudah kumpul, aku langsung ikut
bergabung dengan Kirun dan Sukir.
“Haahahahaha,
lucu lu Kir ngeledekin Komang di grup.” Ketawa kirun meledak memenuhi warkop.
“Hahahaha,
iya dong, abis si Komang enak banget buat diledekin.” Timpal Sukir sambil
tertawa santai.
Aku
terheran-heran kedua temanku sedang tertawa karena apa “ eh pada ketawain apaan
sih lu pada?” tampangku bengong.
“Ini
Pri, pada lucu banget di grup tongkrongan kita.” Kirun mencoba menjelaskan.
“Grup
apaan? Yang ada di facebook?”
“eeee…”
Saat Kirun ingin meneruskan penjelasannya,
“Eh
Run, coba lu liat DP-nya Bejo,
aneeeeh banget masa.” Tiba-tiba Sukir menyelak penjelasan Kirun.
“Hahahha
oiya nih koplak dia, masa foto gk cuman pake sempak aja dipajang, eh eh eh lu
liat coba deh PM-nya Udin, galau
banget dia, alay banget.” Kirun sambil tertawa renyah.
“Lu
pada ngomongin apaan sih ya? Ko pada ribet ama handphone gitu?” Aku bertanya-tanya, ada apa dengan mereka.
“Ini
Pri, kita lagi seru sama BBM nih. Pada lucu-lucu banget.” Jelas Kirun.
“Apaan
tuh BBM?”
”BBM itu BlackBerry Messenger pri, kaya chat-chat-an
gitu deh, seru dah pri.” Jawab Sukir.
“Ya
tapi kan gk biasa-biasanya nih kita nongkrong malah pada sibuk sama hp, gk asyik nih.” Jawabku agak kesal
kepada mereka.
“Gimana
ya pri, abis seru sih” Jawab Sukir sekenanya.
“Yaudahlah
gw balik ya.” Aku berharap teman-temanku mencegahku untuk pulang dan berjanji
tidak sibuk dengan hp-nya. Ternyata
harapanku sia-sia, mereka hanya melambaikan tangan saat aku menyalakan mesin
motorku.
Aneh
sekali ini, perubahan drastis terjadi pada teman-temanku. Aku seperti orang
autis diantara mereka. Mereka atau aku yang autis?
Aku melihat ada warung rokok di pinggir jalan.
Lebih baik aku istirahat sejenak disana.
“Bang
beli Fanta satu sama rokok setengah
ya.”
“Oke
boy, nih kembaliannya.” Dengan senyum ramah yang aneh, si penjual memberikan
kembalian.
“Numpang
duduk ya bang.” Tanpa dipersilahkan, aku langsung duduk.
Terlihat
dikejauhan seorang gadis berjalan menuju arahku. Wajahnya seperti tidak asing
dimataku. Aha dia adalah Marni, tetanggaku yang dulu pernah aku suka. Saat dia
melewatiku aku sapa dengan senyumku.
“Eh
Supri, ngapain disini?” Tanya Marni, sepertinya dia baru pulang kerja dan
terlihat sangat lelah.
“Hehehe,
lagi iseng aja nih Mar, lu mau kemana?” tanyaku basa-basi.
“Mau
pulang nih abis kerja, cape banget hari ini.”
“Yuk
bareng gua aja, gua juga udah mau pulang nih.”
Saat
perjalanan menuju rumah Marni, hatiku berdesir, ini sepertinya menjadi awal
yang tepat untuk mendekati Marni. Aku mencoba berpikir mencari cara untuk bisa
lebih dekat dengan Marni. Ya aku sudah menemukan caranya. Sesampai di depan
rumahnya aku akan meminta nomor hp
Marni.
***
“Makasih
ya Pri, kalo gk ada lu, bakal cape banget kali nih gua.”
“Santai
aja Mar, gua juga seneng ko bisa bantu elu. Hmm Mar, gua boleh minta nomer lu?”
Aku sangat berharap sekali.
“oh
boleh-boleh, nih catet ya.” Marni mengeluarkan hp-nya. Aku pun mengeluarkan hp
esia ku dengan polosnya sambil menunggu nomer Marni.
“2a956683,
catet ya Pri.”
“Hmmm
Mar ini nomer apa ya?” Aku bingung, tanda tanya besar hadir di kepalaku,
“Itu
Pin BB gua pri, invite ya, ntar kalo udah gw accept
pasti.”
Aku
tak berani untuk terus meminta nomer hp-nya.
Lebih baik aku iyakan saja, meski aku bingung mau aku apakan pin-nya Marni.
“oke deh Mar, istirahat yang cukup ya.”
Aku
kembali kerumah dan menghabiskan sisa malamku di tempat favorit. Malam ini
membuat malamku menjadi penuh dengan tanda tanya. Bagaimana tidak, kehadiran BlackBerry sungguh membuat duniaku
menjadi berbeda. Aku tidak ingin membohongi diriku sendiri bahwa aku juga
tertarik untuk menggunakan BB, namun
apakah aku akan menjadi seperti mereka yang sibuk dengan handphone-nya jika aku juga menggunakan BlackBerry? Apakah aku akan sama seperti Marni yang jika diminta
nomer, malah akan memberi pin BB?
Tergantung
kepada pemiliknya juga pada akhirnya.
Aku
tersadar bahwa teknologi sangat memengaruhi kehidupan manusia, namun bagaimana dengan hidup di zaman batu? Sepertinya itu
lebih menyenangkan.
M.N