Kamis, 28 Juni 2012

Sudut Jalan Kampung Rambutan


Eno berjalan keluar rumah, saat itu matahari sedang berada tepat di atas kepala. Eno membawa ranselnya lengkap dengan perlengkapan naik gunungnya. Ia berjalan dengan semangat padahal baru dua hari yang lalu Eno menyandang status “jomblo” atau baru saja putus dengan kekasihnya. Di samping jalan raya iya menunggu bus untuk menuju Kampung Rambutan.

Sampai di Rambutan ternyata Eno tidak melanjutkan perjalananya. Dia duduk di sudut jalanan terpojok dekat halte bus way. Entah apa yang ditunggunya selama berjam-jam dia hanya duduk di sana. Setelah adzan isya Eno tetap di sudut jalan itu. Ia mulai membuka ransel yang dia bawa. Alat masak pun ia keluarkan dari ranselnya. Ia mulai memasak dengan kompor kecil yang dibawanya.

Setelah selesai makan, eno mengeluarkan kantung tidur dari ranselnya. Banyak orang yang bertanya-tanya mengapa ia hanya diam saja disana. Banyak juga yang berfikir eno sudah gila, bahkan ada yang memberi eno uang saat dia tidur. Dua hari berlalu eno tidak beranjak dari tempat itu dan hal yang sama dilakukan eno setiap hari.

Eno mulai jadi tontonan masyarakat daerah sana. Biarpun jadi bahan tontonan eno tetap bergeming tidak memperdulikan orang disekitarnya. Melihat ada keramaian, polisi datang untuk melihat apa yang terjadi dan menghapiri Eno.

“ apa yang kamu lakukan di sini anak muda?” tanya polisi


“ini tempat pertama saya bertemu dia pak” jawab eno


“siapa? kamu tetap tidak boleh disini!” tegas polisi


“saya tetap ingin menunggu, mau sehari, sebulan, bahkan setahun”

Sepertinya memang ada yang sedang Eno tunggu di tempat itu. Tiga hari sudah Eno diam di sana tanpa ada yang tau sebenarnya apa atau siapa yang dia tunggu. Hal ini menarik perhatian media cetak maupun elektronik untuk mencari tau apa yang sedang Eno lakukan di sudut jalan Kp. Rambutan itu. makin banyak orang-orang membicarakan Eno.

Ada wartawan yang menghampiri eno dan mewawancarai dia. Ternyata eno disana menunggu seorang wanita, wanita itu bernama Anna yang baru saja memutuskan hubungan dengan Eno. Eno berhari-hari di sana karena memang tempat itu adalah tempat pertama Eno bertemu dengan Anna. Eno berfikir jika Anna mulai kehilangan dirinya dan mulai mencari keberadaannya, Anna tau kemana dia harus pergi dan mencarinya.

Berita ini menjadi topik yang hangat pada saat itu dan menjadi headline di beberapa media masa. Eno semakin optimis kalau Anna akan datang dan kembali kepadanya karena ia sekarang menjadi orang yang sangat populer atas tindakanya itu. Banyak dukungan yang datang dari masyarakat luas kapada Eno karena ketulusan cintanya kepada Anna.

Eno menjadi trending topik di twitter dan ada orang yang membuat fan page di facebook berjudul 1.000.000 dukungan untuk cinta Eno. Kendati demikian Anna tidak kunjung datang untuk menemui Eno di tempat itu. Tidak terasa hampir dua minggu sudah Eno di tempat itu dan selama itu pula batang hidung Anna tidak terlihat.

Eno mulai putus asa. Saat rasa frustasi mulai menyerangnya ia baru mengingat tuhannya. Dia mulai berdo’a. Ia menatap kearah mushollah kumuh yang berada di depanya. Akhirnya dia beranjak dari tempatnya untuk mengambil wudhu untuk pertama kalinya sejak dia berada di tempat itu. Dia sujud menghadap ke barat setelah itu dia mengangkat tangannya dan memohon untuk diberikan petunjuk dan kemudahan atas usahanya.

Saat keluar dari mushollah Eno terkejut. Ada seorang wanita berdiri di samping ransel Eno. Eno berjalan menghampiri wanita itu. ternyata dia adalah Anna yang telah lama Eno tunggu. Wajah Eno berubah sumbringah sambil memeluk erat Anna. Anna mengajak Eno untuk pulang. Dengan senang hati Eno pun mengiyakan ajakan Anna.

Sesampai di rumah Eno, Anna mengambil sebuah amplop lalu diberikan kepada Eno. Tanpa pamit Anna langsung pergi lagi meninggalkan Eno. Hanya secarik amplop besar yang Anna tinggalkan.

Dibukanya langsung amplop yang ditinggalkan Anna kepadanya. Dengan penuh rasa khawatir eno mulai membaca isi dari amplop. Ternyata amplop itu berisi dua buah pesan. Pesan yang pertama ialah permintaan maaf Anna karena telah membuat dirinya seperti sekarang ini. Pesan yang kedua berisi undangan pernikahan Anna bersama pria lain. Eno tertawa terbahak-bahak setelah membacanya dan berlari tanpa sehelai benang menutup tubuhnya.


Dirham Damara “Tembok”

Soe Hok Gie dalam kata - kata



  • Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.
  • Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.
  • Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau.
  • Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.
  • Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.
  • Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.
  • Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.
  • Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.
  • Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?
  • Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis…
  • Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.
  • Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.
  • Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.
  • To be a human is to be destroyed.
  • Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.
  • Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.
  • I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist.
  • Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.
  • Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.
  • Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya.
  • Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.
  • Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.